Seorang pemuda berumur 15 tahun, dia telah ditinggalkan oleh ayahnya –
seorang bangsawan yang kaya raya, sehingga memperoleh harta warisan
yang sangat banyak
Pada suatu hari dia mengikuti majlis pengajian yang diadakan oleh
Syaikh Abdul Wahid. Dalam majlis itu ada seorang jamaah pengajian yang
membaca surah At-Taubah ayat 111, “… sungguh Allah telah membeli diri
orang mu’minin, jiwa dan harta mereka dengan jannah.”
Lalu pemuda tadi bertanya, “Yaa, Abdul Wahid! Sungguhkah Allah telah
membeli dari qaum mu’minin jiwa dan harta mereka dengan jannah?”
“Ya! Benar wahai anakku tercinta”.
Lalu ia berkata,”Yaa Abdul Wahid, saksikanlah bahwa aku telah menjual diri dan hartaku untuk mendapatkan jannah!”
“Wahai anakku! Sesungguhnya tajamnya pedang itu berat dihadapi, dan
kau masih anak-anak. Aku khawatir kalau-kalau engkau tidak tabah, tidak
sabar sehingga tidak kuat melanjutkan perjuangan ini.” Kata Abdul Wahid.
Pemuda itu menjawab, “Aku menjual diri kepada Allah untuk mendapatkan
jannah lalu lemah? Saksikanlah sekali lagi bahwa aku telah menjual
diriku kepada Allah!”
Maka pemuda itu segera men-shadaqah-kan semua hartanya kecuali kuda
dan pedangnya, dan sekedar harta untuk bekalnya. Dan ketika telah tiba
pada masa keberangkatan pasukan, maka dialah yang pertama-tama tiba dan
mengucapkan, “Assalaamu’alaika yaa Abdul Wahid.”
“Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh, semoga Allah memberikan keuntungan dalam jualanmu”.
Dalam perjalanan, pemuda itu selalu shaum di waktu siang dan bangun
di waktu malam, menjaga pasukan, serta melayani keperluan-keperluan
pasukan. Bahkan dia merangkap memelihara ternak-ternak pasukan, sehingga
sampailah pasukan muslimin tersebut di perbatasan Negeri Ruum.
Menjelang pertempuran, pasukan tersebut beristirahat di suatu tempat.
Karena lelah pemuda tersebut jatuh tertidur. Namun tiba-tiba dia
terjaga dan berseru lirih, “Ah! Alangkah rindunya aku pada ‘Ainul
Mardhiyah.” Orang-orang yang mendengarnya terheran-heran dan mengira
pemuda itu mengingau.
Maka Abdul Wahid mendekat, “Wahai anakku! Siapakah ‘Ainul Mardhiyah itu?”
Pemuda itu kemudian bertutur :
Aku tadi tertidur sebentar, tiba-tiba aku bermimpi ada orang yang
datang kepadaku dan berkata, “Mari aku bawa kamu kepada ‘Ainul
Mardhiyah”.
Lalu aku dibawa ke suatu kebun di tepi sungai yang airnya jernih
segar, dan di sana banyak gadis-gadis cantik yang lengkap dengan
perhiasannya – yang tidak dapat aku katakan.
Ketika melihat kepadaku, mereka gembira dan berkata, “Itulah suami
‘Ainul Mardhiyah!” Kemudian aku ucapkan, “Assalaamu’alaikum, apakah di
sini tempatnya ‘Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab, “KAmi hanyalah hamba
dan pelayannya, teruslah berjalan ke depan”.
Aku meneruskan perjalanan. Tiba-tiba bertemu dengan sungai susu yang
tidak berubah rasanya di tengah-tengah taman tersebut, yang juga
dikelilingi oleh gadis-gadis yang sangaat cantik lengkap dengan
perhiasannya. Ketika mereka melihat kepadaku langsung berseru, “Demi
Allah! Itu suami ‘Ainul Mardhiyah sudah tiba”. Lalu aku memberi salam,
“Assalaamu’alaikum! Apakah diantara anda ada yang bernama ‘Ainul
Mardhiyah?”. Mereka menjawab, “Kami hanyalah hamba dan pelayannya.
Silahkan berjalan terus…”
Aku pun meneruskan perjalanan. Tiba-tiba di suatu lembah aku bertemu
dengan sungai anggur yang digunakan sebagai tempat bersuka ria oleh
gadis-gadis yang sangat cantik molek. Begitu cantiknya, sehingga aku
lupa pada kecantikan gadis-gadis sebelumnya. Lalu aku memberi salam,
“Assalaamu’alaikum! Apakah diantara anda ada yang bernama ‘Ainul
Mardhiyah?”. Mereka menjawab, “Tidak! Kami hanyalah hamba dan
pelayannya. Teruslah tuan berjalan ke depan…”
Lalu aku pun meneruskan perjalanan. Tiba-tiba aku bertemu dengan
sungai madu dan kebunnya penuh dengan gadis-gadis cantik, yang
kecantikannya bagaikan cahaya. Maka aku ucapkan salaam,
“Assalaamu’alaikum! Apakah di sini ada ‘Ainul Mardhiyah?” Mereka
menjawab, “Yaa Waliyallah, kami hamba dan pelayannya. Majulah terus…”
Dan ketika aku berjalan lagi tiba-tiba melihat sebuah bangunan dari
permata yang berlubang. Di depan bangunan itu ada seorang gadis yang
menjaga pintu yang sangaaatt cantik lengkap dengan perhiasannya. Aku
mengira inilah ‘Ainul Mardhiyah. Ketika gadis itu melihatku, ia begitu
gembira dan berseru, “Wahai ‘Ainul Mardhiyah! Inilah suamimu telah
datang!” Dugannku ternyata keliru, akupun dipersilahkan masuk oleh gadis
tersebut.
Aku langsung masuk ke bangunan itu. Dalam sebuah ruangan, aku melihat
seorang gadis yang sedang duduk di atas tilam yang bertaburkan permata,
yaqut, dan berlian. Dan ketika melihatnya, aku benar-benar terpesona
karena begitu cantiknya.
“Marhaban wahai kekasihku…! Hampir tiba pertemuan kita…”, sambutnya
dengan senyum yang sangaaaatt manisss. Ingiiinnn sekali aku mendekapnya…
“Shabar dulu! Engkau belum resmi menjadi suamiku, karena engkau masih
di dunia. Insya Allah, malam ini engkau akan berbuka di sini…”
… kemudian aku terbangun dari tidurku. Aku tersadar bahwa itu hanya
mimpi. Wahai Abdul Hamid, rasanya aku sudah tidak sabar lagi…
Tiba-tiba terlihat pasukan musuh. Maka genderang perang pun ditabuh
bertalu-talu. Pemuda tersebut lantas berlari menyambut musuh
bersama-sama dengan pasukan muslimin yang lain.
Ketika berhadapan dengan pasukan musuh, langsung diayunkan pedangnya
sambil terus merangsak maju menyerbu. Terhitung sembilan pasukan musuh
roboh seketika. Pada hitungan kesepuluh, sebilah pedang telah
mendahuluinya. Pemuda tersebut roboh berlumur darah. Dia meninggal dunia
dengan tersenyummm. Kerinduan itupun akhirnya tertembus…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar